Sahabat jaluraktif.com di mana pun anda berada, Nama asli Tuanku Imam Bonjol ialah Peto Syarif, beliau dikenal pula dengan nama Muhammad Shahab. Beliau dilahirkan pada tahun 1772 di Tanjung Bunga Pasaman Sumatra Barat. Karena bertempat di daerah Bonjol (Sumatra Barat) maka beliau dikenal sebagai Imam Bonjol.
Pada abad ke-19 di Minang Kabau Sumatra Barat terjadi selisih paham antara kaum Paderi dan kaum Adat. Yang dimaksud kaum Paderi adalah kaum Ulama sedangkan kaum Adat adalah golongan yang sudah memeluk agama Islam tetapi masih melakukan adat istiadat mereka. Adat istiadat atau kebiasaan itu bertentangan dengan ajaran agama Islam, seperti menyabung ayam, minum-minuman keras, berjudi dan lain-lain.
Kaum Paderi tentunya menentang berbagai macam kebiasaan kaum adat, akibatnya timbul ketegangan dan bentrokan. Pertentangan kaum Paderi dan kaum Adat kian meruncing.
Pada tahun 1821 kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda sehingga Belanda berhasil menduduki beberapa daerah di Sumatra Barat, akhirnya meletuslah perang kaum Paderi dan bangsa Belanda. Perang tersebut disebut dengan perang Paderi yang berlangsung pada tahun 1821-1837.
Pada tahun 1821 Tuanku Pasaman mengerahkan ribuan rakyatnya menyerbu pos-pos Beland di Semawang, Sulit Air, Sipinang dan daerah-daerah lainnya. Mereka menggunakan senjata tradisional seperti tombak, parang, golok dan lain-lain. Sementara itu pihak Belanda menggunakan meriam dan senjata lainnya yang lebih modern.
Pada tahun 1822 pasukan Belanda berhasil menguasai daerah Bonjol. Dalam perang Paderi, Belanda menggunakan siasat benteng Stelsel yaitu di daerah yang sudah mereka kuasai dibangunlah benteng pertahanan, seperti benteng Fort de Kock di Bukit Tinggi.
Kaum Adat akhirnya menyadari bahwa bantuan Belanda kepada kaum Adat hanya siasat adu domba belaka. Menyadari hal itu kemudian kaum Adat bersatu kembali dengan kaum Paderi menghadapi Belanda. Akhirnya pasukkan Belanda dibaeah pimpinan Van de Bisch dapat dipukul mundur dan daerah Bonjol dapat direbut kembali.
Bersatunya kembali kaum Adat dan kaum Paderi menimbulkan kekhawatiran bagi Belanda, akhirnya Belanda mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan "Plakat Panjang" yang isinya sebagai berikut :
- Mengadakan tanam paksa dengan kerja paksa bagi masyarakat Minangkabau
- Kepala-kepala daerah akan digaji
- Belanda akan bertindak sebagai penengah apabila terjadi perselisihan dikalangan rakyat seperti kaum Adat dan kaum Paderi.
Pada tahun 1837, pasukan Belanda dibawah pimpinan Letnan Kolonel Michiels kembali menyerang daerah Bonjol, dalam serangan ini pasukan Tuanku Imam Bonjol terdesak dan akhirnya Tuanku Imam Bonjol terpaksa mengadakan perundingan dengan Belanda akan tetapi perundingan itu gagal. Pertempuran pun terjadi dan Benteng Bonjol pun jatuh ke tangan Belanda. Pada tanggal 25 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol berhasil ditangkap dan ditahan. Beliau diasingkan ke Cianjur kemudian ke Ambon dan terakhir ke Manado. Pada tanggal 6 November 1864, Tuanku Imam Bonjol wafat dan dimakamkan di Desa Pineleng, Manado Sulawesi Utara.
Salam aktif...
Posting Komentar